Sekian lama tak menemukan waktu yang tepat, akhirnya malam ini
aku punya waktu yang pas untuk menorehkan kembali kisah-kisah hidupku yang
sulit kuutarakan secara lisan. Ada banyak perasaan, pikiran, yang menumpuk
dalam hati dan pikiraku lagi. Ada satu moment yang baru saja kulalui. Moment menyedihkan,
bukan aku yang mengalami.. namun aku mampu merasakannya. Ketika aku melihat
seseorang yang kusayang menangis sejadi-jadinya di depanku. Ketika meihat
lelaki yang tampak tegar di mataku selama ini kini menunduk di hadapanku seakan
ingin berkata bahwa ia tak mampu menanggung beban ini sendirian.
Berawal dari hal kecil, ia mulai menggurutu kepada ibunya. Di
rumahnya sendiri, ia mulai berteriak memaki dan memberontak kepada ibunya sendiri.
Sempat muncul amarah dalam diriku sendiri ketika melihat seorang anak membentak
ibunya sendiri. Dengan lantang dan penuh nada amarah, aku mengingatkannya bahwa
perbuatannya sungguh keterlaluan. Ia mulai menyulut emosiku, tanpa kusadari
akupun juga mulai larut dalam emosinya yang berapi-api. Segera setelah
menyadarinya dan melihatnya menangis, akupun segera memeluknya. Melihatnya menangis,
aku tersadar dan melihat betapa ia banyak menanggung beban dan masalah dalam
hidupnya. Tentang dia dan ibunya.
Dengan sabar, kubiarkan ia menangis terlebih dahulu karena
kupikir mungkin ini saatnya ia bisa mengeluarkan segala bentuk kekecewaannya
selama ini terhadap ibunya. Yah, sejak menjalin hubungan dengannya tak jarang
aku melihat betapa kaku hubungannya dengan ibunya sendiri. Aku sempat bertanya,
namun tak ada jawaban. Dan inilah saatnya ia mengutarakan semuanya.
Perlahan tapi pasti, lelaki yang sudah kuanggap sebagai
bagian yang berarti dari hidupku inipun menangis sambil bercerita bagaiman ia
kecewa dengan perlakuan ibunya terhadap dirinya. Kenangan pahit masa lalunyapun
mulai ia sampaikan kepadaku. Saat ibunya menyebut dia dengan kata-kata yang
tidak pantas, sampai perlakuan ibunya yang masih seperti menganggap ia sebagai
anak kecil. Dengan penuh kesedihan dan rasa kecewa akupun mulai menyadari, ada
yang “korslet” dalam hubungan anak dengan ibu.
Semua dimulai dari masa lalu, dimana ia sebagai anak yang
saat itu dalam usia remaja yang membutuhkan kebebasan dalam mengenal lingkungan
sekitar namun hal itu susah didapatkannya. Sang ibu terlalu protective kepada si anak, hingga hal
tersebut terbawa hingga anak sudah cukup umur untuk bisa mendapat kebebasannya
sendiri. Sang anak ingin kebebasan dan ingin dihargai selayaknya seseorang yang
sudah dewasa, namun di sisi lain ibu yang ingin memberikan yang terbaik untuk
anaknya dengan bersikap protective segala
hal mengenai anak ia ingin tahu. Belum lagi dengan komunikasi anak dan ibu yang
tinggal dalam satu rumah yang kurang sehat.
Satu hal yang perlu kupelajari, bahwa yang terpenting dalam
suatu hubungan keluarga adalah KOMUNIKASI. Dengan komunikasi setiap anggota
keluarga akan mampu mengerti satu dengan yang lainnya. Kedewasaan dalam
bertindak juga perlu dilakukan. Baik ibu maupun anak harus tahu apa hak dan
kewajiban mereka. Orangtua perlu mnegingatkan, tapi tidak berhak melarang. Anak
berhak melakukan apa yang ia mau, namun harus tahu menempatkan diri dalam kondisi
apapun. Semua harus berjalan seimbang jika ingin kualitas hubungan keluarga
yang baik.
Tak lupa, akupun rindu membawa pergumulan ini dalam doaku. Walaupun
aku bukan bagian dari mereka, tapi aku tahu siapa yang mampu memperbaiki “korslet”
itu. Dialah Tuhanku. Dengan berseru kepadaNya, kita menemukan cara yang tepat
dalam setiap pergumulan. Terkadang aku berfikir, kenapa dia yang Tuhan
tempatkan dalam hidupku. Namun kini kutahu, Tuhan punya rencana untukku dan
dia. Tuhan mengajar kami untuk saling menguatkan. Tuhan beri dia fisik yang
kuat untuk melindungiku dari serangan jahat di luar sana, dan Tuhan memberiku
iman yang kuat untuk membantu menguatkan jiwanya yang mulai rapuh. Ini proses
dan kami akan jalani. Aku yakin Tuhan akan beserta kami sampai kami benar-benar
diijinkan bersama selamanya. :)